Oleh: Dr.H Abdul Azis Khafia
MPW ICMI MUDA DKI Jakarta
Memasuki bulan Rajab, banyak di antara umat Muslim yang saling mengingatkan dengan berbagai macam cara, yang intinya mengajak berpuasa sunah di bulan Rajab, mengingatkan dan ajakan tersebut tentu hal yang baik dan bagian dari dakwah. Namun sayangnya banyak yang menyandarkan amalan puasa sunnah Rajab tersebut pada hadits-hadits dhaif atau lemah bahkan palsu. Misalnya tentang keutamaan puasa Rajab, Seperti hadits: ” Siapa yang puasa satu hari di bulan Rajab maka ia akan mendapat pahala seribu tahun..”. Ada juga hadits lain; “Pintu surga terbuka bagi yang berpuasa di bulan Rajab..” dan lain-lainya. Yang pada intinya adalah amalannya singkat, ringan tapi ganjaranya berlipat ganda dan sangat menjanjikan sehingga banyak orang yang termotivasi dengan bayangan besarnya pahala dan keuntungan berlimpah tersebut. Namun sayang hadits-hadits tersebut bukan hadits yang shahih. Namun demikian, puasa sunah Rajab tetap baik dan memiliki dalil yang dibenarkan oleh syara’. Saya akan kemukakan dua hadits shahih yang dapat menjadi rujukan tentang kesunahan puasa sunah Rajab. Hadits shahih tersebut adalah, pertama hadits tentang bulan yang dimuliakan (haram), di antara empat bulan tersebut salah satunya adalah bulan Rajab.
Rasulullah saw. bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya tentang puasa sunnah kepada beliau : “Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah tiga hari setelahnya, dan kemudian berpuasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Dan ada beberapa riwayat lain tentang berpuasa di bulan haram (mulia) dengan sanad yang berbeda namun memiliki isi (matan) yang sama. Intinya Nabi saw. memboleh bahkan menganjurkan puasa pada bulan mulia tersebut, tentunya termasuk bulan Rajab.
Kedua, hadits tentang puasa pada hari Senin dan Kamis, Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab:
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim).
Setidaknya, dari kedua hadits ini, maka puasa pada bulan Rajab merupakan amalan sunah yang dianjurkan para ulama salafus shalih. Dari uraian singkat di atas maka dapat disimpulkan, yaitu: Pertama, berpuasa pada bulan Rajab adalah amalan sunnah yang memilki dalil secara syara dan dianjurkan oleh Nabi saw. (hukumnya sunnah).
Kedua, menjalankan puasa sunah pada bulan Rajab bersandar pada hadits yang shahih dan bukan pada hadits lemah (dhaif) apalagi hadits palsu (maudhu).
Ketiga, hendaklah kita terus meningkatkan wawasan keagamaan (mengaji), agar setiap ibadah didasarkan pada keilmuan.
(HAK/2/2022)