BeritaNU.net – Akhir-akhir ini, kerusakan lingkungan sudah mejadi gejala umum sebagaimana yang telah kita saksikan, bahkan hampir terjadi di seluruh kawasan Indonesia.Tanah longsor, banjir, polusi dan ketidakmenentuan cuaca sering kali terjadi. Hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan aktivitas manusia baik secara eksoteris, seperti pembakaran batu bara, minyak dan gas ataupun yang sifatnya esoteris seperti kurangnya menerapkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan (krisis spiritual).
Jika kerusakan ini terus-menerus baik dalam skala lokal maupun global serta tidak ada aksi solutif untuk menangainya, maka manusia sudah melenceng dari tugasnya sebagai khalifah fil ard atau wakil Tuhan di bumi untuk menjaga bumi dari kerusakan, dalam hal ekologis, utamanya.
Sehingga, untuk menanggulangi permasalahan ini tentu juga harus menyertai upaya dalam aspek esoteris tersebut, dalam hal ini adalah aspek spiritual atau dengan menggali nilai-nilai tasawuf dan kemudian mengimplementasikannya pada lingkungan. Tasawuf tidak hanya mengatur tentang masalah batin, tetapi juga mengatur bagaimana manusia menjaga alam yang juga merupakan ciptaan Allah SWT.
Dalam diskursus ilmu tasawuf, terdapat beberapa konsep yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan untuk menjaga lingkungan, diantaranya ialah konsep mahabbah, uzlah, dan zuhud.
Pemeliharaan Lingkungan Melalui Konsep Mahabbah
Para ulama sufi memberikan definisi yang bervariasi mengenai konsep mahabbah. Dalam Risalahnya Imam al-Qusyairi, jika memandang dari segi objeknya, mahabbah dibagi menjadi tiga yakni cinta kepada Allah, cinta Allah kepada mahluknya dan cinta pada sesama manusia. Cinta Allah kepada mahluk-Nya adalah Iradah-Nya untuk memberikan nikmat khusus kepada seorang hamba berupa derajat yang mulia di sisi-Nya. (Risalah al-Qusyairiyah, hlm. 321)
Sementara mahabbah seorang hamba kepada Allah SWT, Imam Junaid al-Baghdadi menyatakan yakni merasuknya sifat-sifat sang Kekasih (al-Khaliq) yang dapat mengambil alih sifat-sifat orang yang mencintai tersebut. Sehingga, dalam konteks pemeliharaan lingkungan, rasa cinta yang bersemayam akan menutup kemungkinan sifat rakus, tamak dan menjauhkan diri untuk mengeksploitasi alam semaunya. Sebab, cinta dalam pandangan sufi tidak hanya sekedar mencintai, tetapi juga harus berakhlak sebagaimana akhlak ‘sang kekasih’ (Allah SWT).
Pemeliharaan Lingkungan Melalui Konsep Uzlah
Dalam diskursus tasawuf, uzlah atau menyendiri tidaklah dapat terealisasi kecuali disertai dengan tafakkur. Demikian pula tafakkur, tidak sempurna tanpa adanya upaya Uzlah. Sebagaimana Ibnu Ajibah (2009: 52) dalam “Iyqadh al-Himam” yang menyatakan bahwa menyucikan diri dari riya’ dan penyakit hati lainnya ialah melalui uzlah (menyendiri) yang disertai dengan tafakkur.
Al-Fikrah atau tafakkur dalam konsep uzlah dibagi menjadi dua yaitu tafakkur tentang keimanan dan tafakkur tentang apa yang dilihat serta tentang hal yang akan datang. Dalam konteks menjaga dan merawat lingkungan, seseorang bisa meluangkan waktunya sejenak untuk menyendiri dan bertafakkur tentang lingkungan sekitar. Sehingga, hal ini menstimulasi dirinya untuk sadar akan kesehatan lingkungan.
Bahkan aplikasi uzlah dalam konteks modern bisa dikontekstualisasikan dalam bentuk wisata alam karena uzlah juga bermakna “memfokuskan hati hanya kepada Allah SWT”. Sehingga, meskipun berada di kerumunan banyak orang tetapi hatinya tetap ingat kepada Allah.
Pemeliharaan Lingkungan Melalui Konsep Zuhud
Sebagaimana konsep mahabbah, zuhud memiiki pengertian yang bervariasi, sebagaian ulama’ tasawuf menyatakan zuhud ialah pada segala hal yang diharamkan. Sebagian yang lain menyatakan, zuhud ialah ketika seorang hamba menginfakkan hartanya untuk keta’atan dan meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh syari’at ketika dalam keadaan sulit.
Konsep zuhud ini tentunya sangat relevan jika dikontekstualisasikan pada masalah ekologi. Sebab, kerusakan lingkungan yang terjadi sebenarnya bersumber pada cara pandang manusia yang salah terhadap alam. Perilaku konsumtif secara membabi-buta melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif. Selain itu, hal ini juga didorong oleh paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sains dan teknologi dari dunia barat.
Dalam konteks menjaga lingkungan, konsep zuhud dalam tasawuf dapat mengimbangi pemahaman-pemahaman di atas di mana seseorang akan sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari alam, sehingga, dapat menahan diri untuk berlebihan dalam mengeksploitasi alam. Dalam konsep zuhud sendiri bukan berarti harus meninggalkan harta dunia secara keseluruhan melainkan menjaga diri untuk berlebihan terhadap segala sesuatu itu juga merupakan bagian dari zuhud.
Dengan demikian, tasawuf juga memiliki peran sentral terhadap lingkungan. Krisis spiritual yang dialami masyarakat modern merupakan permasalahan yang sangat kompleks karena dampaknya bisa merambat pada segala hal; rakus, tamak dan selalu mementingkan diri terhadap segala hal. Sehingga dengan mengimplementasikan tiga konsep di atas individu akan sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dan menstimulasi dirinya untuk meminimalisir perilaku konsumtif dan eksploitatif.
(Tulisan kontributor Lukman Hakim, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UINSA Surabaya)
Editor: Wiwit Musaadah