Beritanu.net – Dalam sebuah perenungan, saya teringat istilah “stupid mistakes”. Istilah ini biasa diartikan sebagai kesalahan-kesalahan bodoh, yang suatu waktu dapat menjadi penyebab terjadinya peristiwa yang fatal. Ada quote menarik tentang hal ini:
All of the stupid mistakes you have made in the past, lead you into the person that you are today. Never regret them. (Semua kesalahan bodoh yang Anda lakukan di masa lalu, menuntun Anda menjadi diri Anda yang sekarang. Jangan pernah menyesalinya! ).
Apa yang dimaksud dengan istilah “stupid mistakes”? Yaitu sebuah kesalahan yang dinilai kecil, sepele, atau tidak disengaja, namun mempengaruhi terhadap hal yang substansial. Salah satu contoh sederhana adalah ketika menulis nama orang penting dalam surat undangan sebuah acara. Nama yang benar adalah Bapak “Suharno”, namun karena salah ketik menjadi Bapak “Suharni”. Dua nama yang mirip namun bisa menunjukkan jenis kelamin berbeda, dan ini bisa berakibat fatal.
Bagi sebagian orang, kesalahan “kecil” ini dapat dimaklumi, namun bagi sebagian yang lain tidak. Bahkan kesalahan tersebut berpeluang menimbulkan berbagai interpretasi, seperti kurang menghargai (respect), tidak profesional, sembrono, dan lain-lain. Sementara kesalahan itu hampir dipastikan dilakukan oleh “pengetik” tanpa sengaja karena huruf o dengan huruf i “bertetangga” dekat dalam barisan keyboard komputer.
Saat saya masih studi S3 di UIN Jakarta, para mahasiswa selalu diingatkan oleh Prof. Suwito (seorang dosen senior) agar tidak melakukan “stupid mistakes” saat menulis disertasi berupa typo (salah ketik). Berulang-ulang disampaikan dalam berbagai kesempatan karena begitu pentingnya. Bagi beliau, salah ketik (typo) dalam penulisan karya ilmiah, khususnya disertasi merupakan hal yang cacat. Apalagi kesalahannya banyak, sehingga sangat mengganggu hasil akhirnya.
Sehebat apapun hasil riset, pemikiran, dan ide-idenya dalam karya ilmiah apabila ditemukan banyak typo akan sangat mempengaruhi kualitasnya. Di perguruan tinggi terkemuka di dunia, karya-karya ilmiah hampir dipastikan tidak ada typo-nya. Selain kualitas hasil, kebenaran teks tanpa typo menjadi persyaratan nilai akhir sebuah karya ilmiah. Sehingga, diperlukan seorang editor teknis dalam sebuah karya ilmiah agar menghasilkan produk yang sempurna.
Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita tidak melakukan “stupid mistakes” yang dapat berakibat fatal dalam kehidupan. Fakta menunjukkan tentang kisah seorang pegawai perusahaan bursa efek Jepang yang menulis salah angka saham tanpa sengaja. Sang pegawai tersebut membuat perusahaan Mizuho Securities Company menderita kerugian dolar dalam jumlah besar. Seharusnya menulis satu lembar saham bernilai 610.000 yen, si pegawai malah menulis satu yen untuk 610.000 lembar saham. Akibatnya, Mizuho rugi USD 236 juta atau sekitar Rp 3,2 triliun, dengan asumsi kurs USD 1 sama dengan sekitar Rp. 14.000.
Ada lagi “kesalahan bodoh” lainnya yang sangat mengerikan. Alkisah seorang aparat keamanan mengawal tokoh agama terkenal. Saat berada di rumah istri sang tokoh di Jawa Timur, pengawal tersebut sedang melakukan ibadah. Sebelum ibadah dimulai ia meletakkan senjatanya yang menggantung di pinggang di suatu tempat yang tidak aman. Entah dia lupa atau bagaimana, ia meletakkan senjatanya di tempat yang mudah diakses orang.
Saat dia sedang beribadah dan senjata di luar pengawasannya, senjata tersebut diambil oleh anak tokoh agama tersebut untuk main-main bersama adiknya. Anak yang berusia 5 tahun tidak mengerti bahwa senjata tersebut asli milik pengawal abahnya. Saat bermain “tembak-tembakan”, ternyata senjatanya meletus karena platuknya ditarik dan dorrr mengenai adiknya sendiri yang berusia 3 tahun hingga menghembuskan nafas terakhir. Tangispun pecah, dan penyesalan tidak ada gunanya.
Demikian juga belakangan ada seorang yang konon disebut akademisi membuat sebuah penyataan bodoh dengan menyebut pimpinan nasional dengan kalimat baj***** to***”, yang harusnya tidak perlu atau pantas diungkapkan oleh orang yang berpeedikat intelektual. Ungkapan itu terlepas diberi konteks sebagai kritik atau alasan apapun memang tidak layak diungkapkan di ruang publik, sehingga menimbulkan kegaduhan di jagat politik tanah air.
Beberapa kasus lain yang masih banyak harus menjadi pelajaran kita agar tidak menyepelekan kesalahan bodoh, meski kecil. Tentu kita menyadari bahwa manusia pasti memiliki unsur lupa dan khilaf, namun kesalahan seharusnya dapat diperbaiki agar menjadi lebih baik lagi. Bukankah manusia selalu mengharapkan kebaikan di setiap etape kehidupannya?
Karenanya, hidup ini harus disadari betapa pun kecil kesalahan yang kita lakukan, jika itu dilakukan secara sengaja, maka akan membentuk kebiasaan. Kebiasaan yang terus dilakukan akan mencerminkan perilaku, dan perilaku akan menentukan nasib (takdirnya). Beberapa “kebiasaan” yang kadang tidak disadari adalah “nge-share” postingan yang berbau hoax, hate speech, atau fitnah melalui media sosial.
Apalagi dicampur dengan afiliasi politik berdasarkan sentimen agama dan keyakinan. Banyak orang berpendidikan tinggi justru sering melakukan “stupid mistakes” di media sosial terkait dengan sentimen politik. Lebih-lebih tahun ini adalah tahun politik yang mudah menyurut perselisihan karena perbedaan kubu politik. Di sini kita benar-benar diuji apakah kita bisa mengendalikan diri kita agar tidak melakukan kesalahan bodoh yang membuat kita menyesal di kemudian hari.
Mari jaga martabat kemanusiaan kita di usia kemerdekaan bangsa ini ke-78 agar kita bisa merdeka dari “stupid mistakes“. Wallahu a’lam.
Tulisan dari Kontributor Thobib Al Asyhar, dosen Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG Universitas Indonesia
Editor: Wiwit Musaadah