Oleh : Khotimi Bahri
Wakil Ketua Umum BKN,/ Wakil Katib Suriah PCNU Kota Bogor
Dalam ilmu logika, sesat pikir dikenal dengan istilah Logical Fallacy yang kalau kita ulas secara etimologis kurang lebih begini ; Fallacy berasal dari kata fallacia yang berarti deception atau “menipu”. Jadi sesat pikir atau logical fallacy adalah tipe argumen yang terlihat benar, namun sebenarnya mengandung kesalahan dalam penalarannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan didalamnya terdapat unsur penipuan.
Catatan ini tidak untuk menjelaskan logika, tapi ingin memotret apa yang dilakukan IGGI lewat beberapa pisau analisa logika, yaitu:
Pertama, IGGI adalah Ikatan Gus Gus Indonesia sebuah paguyuban yang mengklaim sebagai representasi para kyai dan tokoh agama yang menyatakan penolakannya jika Kyai Said dipilih muktamirin untuk menjadi ketua PBNU periode mendatang.
Dari sinilah sesat pikir ini bermula. Dalam ilmu logika ada istilah argumentum ad populum (bandwagon). Ketika suatu argumen atau pernyataan dianggap benar karena banyak orang yang merasa kayak gitu. Dalam kebenaran diukur oleh kuantitas. Namun yang berbahaya dari logika ini adalah, klaim subyektif dari seseorang atau kelompok kecil untuk kemudian mengatas-namakan banyak orang. Seperti klaim IGGI. Mereka hakikatnya siapa dan mewakili siapa?. Banyak Gus Gus dari pesantren besar yang tidak merasa bagian dari kelompok ini. Tidak sedikit para Gus dan Lora (sebutan kyai muda tapal kuda Jatim) yang justru baru mendengar komunitas ini. Bahkan sudah ada komunitas Asparagus (Forum Aspirasi Lora dan Gus) yang sudah lama eksis, sudah banyak berbuat untuk umat dan memiliki jaringan luas baik langsung maupun tidak langsung di Indonesia tapi tidak pernah mengklaim mewakili atau diwakili mereka
Kedua, ada juga sesat pikir dengan rumus Hasty Generalization, yaitu sebuah kesimpulan dengan menggeneralisir segala sesuatu. Dalam kasus yang kita bahas bisa diulas dalam uraian berikut.
Dengan bermodal draft usulan Muskerwil PWNU Jatim, IGGI menggeneralisir peserta muktamar memiliki keinginan yang sama dengan kelompok ini. Padahal banyak Pengurus Wilayah yang fokus pada rumusan penguatan NU menjelang usianya yang satu abad dari sekedar mengutak-atik jabatan Ketua Umum
Bagi beberapa wilayah, ketua umum bukan hal yang harus diperdebatkan. Sebab NU tidak akan pernah kekurangan kader. Menjelang muktamar muncul kader-kader yang mumpuni untuk menakhodai NU. Sebut saja di antara yang sudah muncul di media massa maupun online, ada Kyai Yahya Cholil Staquf yang oleh beberapa sumber disebut berlatar belakang HMI. Ada Gus Muhaimin Iskandar berlatar belakang PMII, Gus Nusron Wahid dari Golkar, Kyai Maman Imanul Haq dari PKB. Mbah Yai Marzuki Mustamar Ketua PWNU Jatim, Gus Nadirsyah Hosen akdemisi dan cendekiawan muda NU, Gus Bahaudin Nursalim kyai muda yang ‘allamah. Gus Ulil Abshor intelektual dan aktifis muda. Belum lagi sederet nama yang sudah dikenal luas seperti Kyai Masdar F Mas’udi, Gus Muwafiq, Gus Reza Lirblyo, Gus Kautsar Ploso, Kyai Marsudi Suhud, KH. Hasan Al-Mutawakkil Genggong dan lain-lain. Dan jangan dilupakan Prof Dr Mahfud MD birokrat NU dengan sejuta pengalamannya.
Ini menunjukkan bahwa NU tidak akan pernah kehabisan kader yang kompeten dan mumpuni. Inklusifitas NU telah menjadi tempat persemaian tokoh-tokoh pelanjut misi suci NU sekaligus misi suci Islam.
Bagaimana dengan Kyai Said Aqil Siraj? Tentu beliau aset kebanggaan NU yang sudah terbukti berhasil membawa NU menjadi gerbong utama Islam wasathiyah di dunia. Kapasitas keilmuan beliau sudah diakui semua kalangan. Ketenangan dan kematangan dalam menghadapi gonjang-ganjing sudah terbukti. Kekuatan spiritualitas dan keberpihakannya kepada kaum marjinal bisa dilihat rekam jejaknya. Sosoknya yang altruis sangat tepat untuk mengawal kebhinnekaan Indonesia. Maka tidak salah jika masa transisi menuju satu abad NU ini dikordinir kembali oleh Kyai Said Aqil Siraj untuk periode ketiga sembari didampingi tokoh-tokoh yang sudah tersebut diatas, sekaligus sebagai landas-pacu menuju regerasi. Apalagi beberapa Kyai sepuh yang menjadi panutan warga nahdliyin baik dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat maupun luar jawa yang meninta kesedian beliau untuk kembali menakhodai NU.
Apakah menyalahi AD/ART maupun POK? Tidak sama sekali. Karena kepemimpinan di NU tidak sama dengan periodeisasi presiden. Dan kepemimpinan di NU merupakan kombinasi antara rekomendasi ‘langit’ dan rekomendasi ‘bumi’. Kepemimpinan di NU merupakan sinergi antara ta’abbudi dan ta’aqquli.
Bahkan pendahulu kita, KH. Idham Chalid tercatat sebagai ketua tanfidz terlama, dimana beliau terpilih dalam muktamar NU ke 21 di Medan tahun 1956 sampai muktamar NU ke 26 tahun 1979 di Malang.
Allahul Hadzi Hasbuna!