BeritaNU.net – Direktur eksekutif nasional WALHI mengajak para pemimpin pesantren untuk terus memperjuangkan keadilan ekologis untuk pesantren.
Tradisi pesantren yang panjang telah menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Namun, pada satu titik, pada tahun 1970-an, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) muncul dengan ajakan yang mengubah paradigma masyarakat dan akademisi ” Mari kita bicarakan isu lingkungan.!”. Pada masa itu, lingkungan masih dianggap sesuatu yang tidak perlu dibahas. Pada zaman dahulu, tidak terpikirkan bahwa sumber air dan sungai bisa dirusak oleh tindakan manusia.
Saat kita melacak sejarah, kita menyadari bahwa ada peraturan-peraturan yang melarang merusak tumbuh-tumbuhan dan air. Namun, perkembangan modernitas membuat banyak orang lebih memilih kenyamanan dan mengabaikan dampak lingkungan. Akibatnya, lingkungan yang sebelumnya indah seperti gunung bisa berubah menjadi sumber gempa, bukan lembah yang bisa mengisi air.
Indonesia, sebuah negeri yang diibaratkan sebagai surga di bumi, menghadapi tantangan besar. Sistem yang ada telah membuat banyak orang hanya mengikuti arus tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Sampah yang dulu hanya dibuang di halaman, sekarang menggunakan plastik, yang sayangnya tidak memiliki siklus daur ulang yang efektif.
WALHI memperjuangkan keadilan ekologis, yang mencakup perlindungan lingkungan hidup dan non-hidup, seperti batu. Hal ini penting untuk menjaga keberlangsungan kehidupan kita semua. Inilah yang disebut sebagai “rahmatan lil al-amin,” sebuah konsep keadilan yang memberikan manfaat kepada semua makhluk.
Permasalahan lingkungan adalah tanggung jawab kita sebagai umat manusia dan bagian dari alam. Islah sebagai Direktur Eksekutif Nasional WALHI adalah salah satu tokoh yang berjuang untuk memastikan keberlanjutan hidup kita di planet ini.