BeritaNU.net-Dampak Jakarta tenggelam, LPBINU DKI Jakarta menilai akar persoalannya “Pemda DKI mempasilitasi pengambilan air tanah memakai meteran air”.
Lpbinu Dki Jakarta mendesak dprd dki Jakarta untuk segera meninjau kembali perda 10 thn 1998
Jakarta – Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi partai Gerindra mengusulkan Perturan Gubernur Nomor 93 tahun 2021 tentang pelarangan penggunaan air tanah perlu dirombak total karena dinilai minim partisipasi masyarakat saat penyusunanya.
Syarif yang juga wakil sekretaris Pengurus Wilayah NU DKI Jakarta berharap pergub tersebut dicabut.
“Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu pergub ini harus dicabut dan dikeluarkan pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersil,” jelas Syarif saat menjadi narasumber dalam diskusi yang diselenggarakan LPBI NU DKI Jakarta (4/08).
Sementara itu ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) NU DKI Jakarta Laode Kamaludin menyampaikan bahwa Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaran dan Pajak Pemanfaatan, Air Bawah Tanah, setiap pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum, rumah tangga, industri, peternakan,pertanian, irigasi pertambangan, usaha perkotaan dewatering,dan untuk kepentingan lainnya
Kamal menilai Perda nomor 10 tahun 1998, harus segera ditinjau ulang kembali, demi jakarta Nol persen dari pengambilan air tanah, maka wajib bagi para pelaku usaha dan industri yang berdomisili di jakarta untuk tidak ada memakai meteran pengambilan air tanah
“jangan juga mengambil hasil pajak air tanah yang di duga mencapai milyaran rupiah akan tetapi tidak memikirkan dampak lingkungannya,” ujar laode kamaludin
Diakhir, Kamal menegaskan jika LPBI NU DKI Jakarta akan terus melakukan komunikasi ke pemda DKI dan kementrian ESDM serta Lembaga Peduli lingkungan dan perubahan iklim indonesia dalam rangka menjaga ibu kota DKI Jakarta dari bahaya tenggelam.
Mengenai hal ini, Pengurus LPBI NU Arief Rosyid Hasan menyampaikan bahwa forum diskusi seperti ini membangunkan kesadaran publik bahwa masalah air sekrusial itu, bahkan dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta. “Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara. Saya mengajak seluruh warga Nahdiyin agar ikut membersamai ikhtiar LPBI NU DKI, Jika Kita Diam Jakarta Akan Tenggelam! ini. Berdasarkan data Kementerian PUPR di awal tahun ini, penyebab _land subsidence_ atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah,” ucap pemuda yang juga baru saja mendapatkan gelar doktoral dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ini.
Arief Rosyid juga menyampaikan, “Bukan hanya itu saja, Kementerian PUPR juga menyebutkan, Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun. Diprediksi pada 2050 beberapa wilayah di pesisir Jakarta diprediksi akan tenggelam di antaranya ialah: Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1.70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).”
“Sebagaimana Ketum PB NU Gus Yahya mengamanahkan agar LPBI NU sebagai leading sector dalam gagsan besarnya Spiritual Ekologi, maka LPBI bertanggung jawab mengoptimalkan peran agama dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim, termasuk krisis air sebagai sumber kehidupan. Tugas manusia adalah menjaga keselarasan dan keseimbangan ekosistem secara mutlak sebab posisi manusia sebagai khalifah fil ‘ardl akan dimintai pertanggungjawabanya atas segala tindakannya di dunia maupun akhirat,” tutup Arief Rosyid.
Author: Wiwit Musaadah
Editor: Abdurrohman Mubarok