Jakarta, BeritaNU.NET | Ramai diperbincangkan mengenai perbedaan waktu yang ditetapkannya hari raya idul adha 1443 H, sebagian masyarakat ada yang merayakan di tanggal 9 Juli 2022 dan ada pula yang merayakan di tanggal 10 Juli 2022.
Dalam hal ini terdapat banyak kontroversi yang hadir di tengah masyarakat Indonesia, kontroversi hadir karena ketidaktahuan masyarakat umum dalam menentukan tanggal Hijriah, lalu bagaimana cara menentukannya?
Menurut Ketua lembaga dakwah PBNU KH. Samsul Arifin dalam keterangannya di acara Madrasah Kader Aswaja Muslimat NU Aula lt 8 Gedung PBNU, Jakarta Pusat. Menyebutkan harus diketahui terlebih dahulu perbedaan tempat dan waktu, arafah adalah sebuah tempat di mekah untuk wukuf dengan menggunakan waktu yang ada di Arab Saudi, sedangkan kita tidak dapat menjalankan wukuf tetapi dapat mengalami waktu yang sama dengan yang wukuf, yang tentunya ada perbedaan dalam hal ketentuan waktu dimasing-masing mathla (saat terbitnya hilal disuatu wilayah tertentu). Rabu siang, (6/7/2022).
Selanjutnya KH. Samsul Arifin dalam keterangannya harus diketahui terlebih dahulu sebelum perbedaan tempat dan waktu, arafah adalah sebuah tempat di mekah untuk wukuf dengan memakai waktu yang ada Arab Saudi sedangkan kita tidak dapat menjalankan wukuf tetapi dapat mengalami waktu yang sama yang tentunya berbeda disetiap daerahnya di belahan dunia manapun. . .
“Jadi Rasullullah ditanya pada waktu itu tentang puasa pada hari Arafah, bukan puasa yang berbarengan dengan wukuf di Arafah,” Ungkapnya
KH. Samsul Arifin melanjutkan “Memang ketika di Saudi tidak ada masalah, karna hari Arafah nya Juga pasti berbarengan dengan hari wukuf di Arafah akan tetapi ketika ditanya datang yang berbeda mathla (saat terbitnya hilal disuatu wilayah tertentu) maka hari Arafah disini belum tentu bersamaan dengan pelaksanaan wukuf di Arafah Sebab wukuf di Arafah mengikuti mathla yang ada di Arab Saudi sementara disini hari Arafah nya mengikuti mathla yang ada disini,” jelasnya.
Melanjutkan pembahasannya, KH. Samsul Arifin menjelaskan jika mau ditarik lebih jauh, yang justru sama dalam penetapan waktu hari raya idul adha 1443 dengan Arab saudi adalah Nahdlatul ulama itu sendiri karena metode yang dipakai itu Rukyatul hilal bukan berdasarkan Hisab.
“Di Indonesia yang sama dengan Saudi itu NU atau Muhammadiyah? yang sama dengan Saudi itu “NU”, mengapa? karna sama-sama menetapkan berdasarkan rukyatul hilal ,” katanya.
Kemudian Ketua LD PBNU juga menjelaskan “Karna Muhammadiyah ditetapkan berdasarkan hisab haqiqi wujud al-hilal , hanya kebetulan yang Muhammadiyah ketemu hari tidak ketemu metode, dan kita ketemu metode tidak ketemu hari maka itulah yang membuat kita kembali ke perintah Rasulullah maka yang dipegang adalah metode, “jelasnya.
“Puasa itu bukan berbarengan dengan orang wukuf di Arafah, doa itu karna tanggal 09 bulan Dzulhijjah,” tegasnya.
Senada dengan penjelasan diatas, KH. Taufik Damas Lc menjelaskan bahwa hadist yang digunakan oleh warga NU adalah bersumber dari penglihatan pada hari dan tempat-tempat pada kejadian buruk.
“Warga NU memakai ketentuan dari hadist nabi yang artinya ‘Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Bila penglihatan kalian tertutup maka sempurnakanlah bilangan (bulan Sya’ban) menjadi tiga puluh hari’ maka seperti itulah kita warga NU metode menentukan hilal” begitu kutipan dari kutipan hadist Nabi Muhammad SAW.
Dengan hal demikian, sebagaimana pemerintahan arab saudi dapat menentukan sendiri tanggal arafah maka pemerintah Indonesia pun boleh menetapkan waktu hari arafahnya.
Editor: Haekal Attar