Jakarta – BeritaNU.NET | Kasus yang baru mencuat kepermukaan yaitu Lembaga pengumpul dana aksi cepat tanggap (ACT) tengah jadi perbincangan hangat karna disinyalir menyelewengkan dana umat.
KH. Jamaludin Hasyim selaku Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta berkomentar terkait masalah ACT pada saat diwawancarai oleh BeritaNU.NET Jakarta pada Selasa (5/7/2022).
Pada penjelasannya, kiai jamal merasa masyarakat sangat kaget atas kejadian pengumpulan dana hibah aksi cepat tanggap (ACT) yang bermasalah.
“Masyarakat yang terkejut mendengar pengakuan mantan pendiri lembaga tersebut yang menyebut gajinya mencapai 250 juta rupiah, sebuah angka yang tidak pernah terbayang sama sekali oleh mereka yang menyumbang dana hasil peras keringatnya. Donasi yang dikumpulkan dari anak-anak sekolah, pegawai bergaji rendah, dan kelas menengah yang kemanusiaannya tergerak membaca iklan lembaga tersebut yang katanya untuk bangun ini, bikin itu, menolong pengungsi, bantuan untuk Palestina dan sebagainya,”
Kiai jamal melanjutkan penjelasan diatas dengan bercerita tentang kasus sama yang terjadi sebelumnya.
“Beberapa tahun lalu heboh bantuan berlogo lembaga ini ditemukan di markas pemberontak Suriah, alih-alih disampaikan ke pengungsi yang sebenarnya ditujukan aksi terorisme, pusat pelaporan dan analisis transaksi Keuangan (PPATK) sudah melaporkan temuan transfer dana ini ke lembaga negara, namun sampai kini tidak jelas penindakannya”.
“Tokoh yang disebut bertanggung jawab dalam penyaluran donasi ke pemberontak (teroris) sampai kini masih bebas kemana-mana, adakah kasus ini sengaja dijadikan sandera oleh pemerintah untuk yang bersangkutan? “, ungkapnya dalam sesi yang sama.
Kiai jamal menghimbau untuk belajar dari kasus lembaga donasi kemanusiaan yang justru mencari keuntungan pribadi.
“Semua harus belajar dari kasus lembaga donasi kemanusiaan yang memanjakan pengurusnya dengan gaji dan fasilitas fantastis, memang sejak lama tidak mendengar bagaimana laporan pertanggungjawaban keuangan mereka.”
Lebih jauh soal itu, kiai jamal menganjurkan untuk pemerintah membuat regulasi penyaluran dan pelaporannya, bukan hanya mengatur wewenang pengumpulan donasi agar tidak terjadi kesalahan yang sama.
“Regulasi pemerintah jangan hanya fokus pada wewenang pengumpulannya saja, sedangkan penyaluran dan pelaporan donasi tidak terlalu diatur.
“Jadilah orang-orang pintar ini mengumpulkan dana umat yang hanya gencar mengumpulkan hingga menembus ratusan milyar rupiah setahunnya tapi mereka memberi diri mereka sendiri standar gaji dan fasilitas mewah yang menyamai perusahaan besar bahkan BUMN,” kritik Kiai Jamal.
“Tidak adanya audit yang transparan dan pelaporannya kepada publik bisa membuat peluang penyimpangan karena ada godaan yang begitu besar melihat besarnya dana yang ada, istilahnya orang baik kalau selalu dekat godaan lama-lama berubah juga, gagasan mulia pendirian lembaga kemudian dikhianati dengan mencari keuntungan yang besar dari perjuangan itu,” tegasnya dalam kritik yang sama.
Sedangkan dalam hal ideologis paparan kiai jamal untuk menyatukan individu maka harus dibentuk kepada suatu paham keberpihakan terhadap penerimaan dana umat.
“Bicara adanya latar ideologis yang menyatukan individu-individu dalam lembaga itu yang sangat erat ialah bagaimana memperlakukan dana umat yang dikumpulkan, diantara bentuknya adalah keberpihakan kepada suatu paham, ideologi atau garis politik tertentu,” pungkasnya.
Selanjutnya kiai jamal merasa belum pernah melihat laporan terbuka lembaga-lembaga sejenis kepada publik, khususnya bukan pada berapa mereka meraup donasi, tapi lebih kepada bagaimana penyalurannya.
“Saya pribadi mungkin salah karena belum pernah melihat laporan terbuka lembaga-lembaga pengumpulan dana umat kepada publik, khususnya bukan pada beberapa dari mereka yang meraup donasi, tapi lebih kepada bagaimana penyalurannya”.
“Dana operasional sebagai kebutuhan lembaga tidak lantas mengikuti persentase dana yang ada, lalu dibagi untuk fasilitas pengelolanya”.
“Dana operasional untuk promosi, penggalangan, distribusi, dan honor petugas sejauh mungkin harus memenuhi asas kepantasan, disamping efisiensi dan tepat guna.”
“Jika mengacu pada besaran persentase, harusnya bagian yang besar itu digunakan untuk melengkapi sarana pendukung, meningkatkan kualitas petugas, membangun infrastruktur layanan yang modern, dan sebagainya yang saya yakin publik akan menyetujuinya,” kata kiai jamal
Pada penutupan wawancara beliau menambahkan rasa syukurnya dan berpesan: “Ala kulli hal, kita bersyukur dibalik masalah ini Allah membuka mata kita dengan fakta yang sebenarnya, dan agar kita makin hati-hati dalam berdonasi tanpa mengurangi kepedulian kita kepada sesama,” Tutupnya.
Kontributor: Wiwi musaadah
Editor: Haekal Attar