Neneng Syahidah penulis novel Semesta Perempuan mengadakan grand launching di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (8/1/2024).
Tampak hadir Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, Dr. Hj. Badrah Uyuni, Ma , Kyai Husen Muhammad, Kyai M. Faizi, Anton Kurnia, Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki, dan Neneng Syahidah selaku penulis novel.
Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengimbau masyarakat untuk bekerja sama untuk meningkatkan partisipasi perempuan dan memperkuat peran mereka sebagai agen perubahan umat. Hal ini juga dirasa perlu seperti mengoptimalkan masjid sebagai tempat pemberdaayaan perempuan halnya acara bedah buku ini.
Anton Kurnia, seorang novelis yang menjadi pembicara mengatakan bahwa Novel ini tidak hanya memberikan jawaban pasti, tetapi justru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuka pintu diskusi. Salah satu hal menarik dalam novel ini adalah adanya tema cinta segitiga poligami. Meskipun tidak disentuh secara langsung, namun novel ini juga membahas tentang nikah siri melalui tokoh-tokoh penting seperti Aisyah, Ali, dan Nadia.
“Novel ini tidak memberikan pernyataan tegas tentang poligami, tetapi memberikan ruang untuk memahami kompleksitasnya. Pintu ilmu yang memantik cerita ini memberikan banyak sudut pandang yang menarik dan kompleks.” Kata Anton.
Kiai Husen Muhammad, sebagai narasumber, berbicara mengenai cinta yang tidak dapat diabaikan dalam hadis nabi yang terdapat dalam kitab syarah Bukhari Muslim. Beliau mengatakan bahwa hadis tersebut sahih.
Novelnya dalam tiap narasinya membahas tentang cara membaca teks, baik itu Al-Quran maupun hadis Nabi. Hal ini bersifat teoritis dan filosofis, di mana teks tersebut merupakan respons terhadap kasus dan peristiwa dalam tradisi dan budaya suatu masyarakat di mana teks tersebut hadir. Oleh karena itu, penting untuk melihat realitas dan kebudayaan peradaban kita. Singkatnya, ketika teks tersebut hadir, patriarkisme dan posisi perempuan sebagai objek seksual menjadi terlihat.
“Sebetulnya, Nabi menyampaikan tentang poligami tanpa batasan jumlahnya, namun hal ini harus disesuaikan dengan konteks peperangan yang ada.” Ungkapnya.
Lanjutnya Buya menerangkan bahwa Novel ini menghadirkan aksentuasi dalam memahami ayat-ayat Al-Quran dan menggambarkan peran penting perempuan dalam masing-masing tokoh yang memiliki keilmuan yang kuat. Cerita dalam novel ini diambil dari latar belakang keberagaman budaya agama, dan dinarasikan dengan nilai-nilai keadilan dalam menghadapi perbedaan. Penulis mengeksplorasi pemikiran sosial dan agama yang populer, terutama dalam fenomena poligami.
“Salah satu tokoh dalam novel ini adalah Aisha Shafia Bayena. Hidupnya diatur oleh tiga kekuatan raksasa, yakni tradisi, adat, dan aturan negara.” Tukas Buya.
Neneng Syahidah selaku penulis novel memberikan banyak kesan dan pesan dalam novel yang ditulisnya. Mendekati topik poligami, Neneng mencoba untuk mengemasnya dengan apik. Meskipun tidak secara langsung menentang, cerita Aisha membawa pengaruh tafsir terbarukan.
Karya yang membawa pembaca dalam roman cinta segitiga dengan konflik yang dikemas dengan cara idealis ini menghadirkan sebuah konflik dalam ikatan setia pernikahan menjadi fokus utama, membahas rumah tangga dan kehidupan setia.
Neneng juga berharap ada kritik, masukan, dan saran untuk mengembangkan pemikiran yang mungkin membawa terobosan baru.